Artikel ini adalah tugas Kelas Alkitab Malam (Kalam) dengan subject Hermeneutik, setelah dikumpulkan sang pengajar sempat meminta agar artikel ini bisa dimuat di majalah gereja lokal.
Dibalik Cerita “ANAK YANG HILANG” (Lukas 15:11-32)
Makna perumpamaan yang sering dikedepankan:
Pembaca menempatkan diri dalam perumpamaan tersebut sebagai anak bungsu/anak yang hilang. Lebih ditekankan pada arti dosa sebesar apapun akan diampuni oleh Bapa.
Makna perumpamaan melalui hermeneutika :
Perumpamaan tersebut membawa pesan penginjilan yang vital di jaman Kristus, yaitu pesan : “Keselamatan dapat dimiliki siapa saja bukan hanya bagi orang Farisi yang tenggelam dalam ketaatannya terhadap hukum Taurat.”
Penyebab kesalahan / jurang hermeneutik : Jurang Sosial
Pemahaman sekarang sering menganggap bahwa audien perumpamaan ini adalah “si orang berdosa yang harus diselamatkan”. Melalui hermeneutik diketahui Yesus cerita ini adalah kritikan kepada orang Farisi karena diceritakan kepada orang Yahudi. Dengan menempatkan orang Farisi sebagai audien utama menimbulkan makna lain dari perumpamaan ini.
Pembahasan
Menurut Fee dan Stuart dalam bukunya Hermeneutika (How to Read the Bible for All its Worth), disebutkan bahwa perumpamaan yang dituturkan Tuhan Yesus terbagi dua yaitu perumpamaan tanpa konteks dan perumpamaan yang memiliki konteks. Perumpamaan “Anak yang Hilang” adalah golongan perumpamaan yang memiliki konteks, yaitu nasihat kepada orang Farisi.
[1] Jadi dalam hal ini, tafsiran harus memperhitungkan konteks yaitu latar belakang audiens.
“Anak yang Hilang” dituturkan karena kedekatan Yesus dengan kaum berdosa yaitu para pemungut cukai, perempuan-perempuan berdosa dan orang-orang lain yang secara sosial dikucilkan di masa itu.Hal ini menyebabkan ahli Taurat berseberangan pendapat dan mempertanyakan pelayanan Yesus. Perumpamaan ini juga didengar oleh golongan berdosa tersebut (pemungut cukai dan lain-lain). Golongan ini dapat langsung mengerti bahwa mereka adalah karakter si bungsu, karena orang Yahudi di jaman ini melalui nabi Yeremia sadar bahwa mereka adalah bangsa yang suka melawan Tuhan. Kejahatan sosok si bungsu digambarkan Tuhan Yesus dalam simbol “telah bekerja kepada majikan yang memelihara babi”. Melalui konteks sosial hal ini menginformasikan bahwa si bungsu telah bekerja kepada orang yang memusuhi ajaran Taurat (Allah) karena babi adalah binatang yang tidak mungkin dipelihara oleh orang Yahudi. Audien pastilah sangat memahami bahwa dosa si bungsu sangatlah besar.
Selanjutnya diceritakan bahwa anak bungsu menyadari dosa dan kembali kepada bapanya. Bapanya secara luar biasa menyambut anak yang hilang dengan pesta dan tari-tarian. Audien akan tersentuh dan mendapat gambaran betapa besar anugerah pengampunan dari sang bapa. Sosok bapa dalam perumpamaan ini diterima secara jelas oleh audien sebagai simbol dari Bapa di Sorga.
Paparan perumpamaan “Anak yang Hilang” sering berhenti di bagian ini saja dan secara terburu-buru menggarisbawahi tema pengampunan tanpa batas kepada orang berdosa. Selama ini perumpamaan “Anak yang Hilang” diberitakan dengan tekanan kepada sikap anak bungsu yang bertobat.
Dengan lebih jauh menempatkan audien dari perumpamaan ini yaitu orang Farisi, perumpamaan ini memiliki makna lain. “Anak yang Hilang” berhighlight pada bagian berikutnya, yaitu komplain anak sulung akan penyambutan bapa kepada si anak bungsu. Si sulung mengucapkan “Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah melanggar perintah bapa.” Kalimat ini adalah identifikasi orang Farisi yang “tidak pernah melupakan Taurat”. Audien utama perumpamaan ini adalah orang Farisi yang secara cerdik disebut Tuhan Yesus dengan penyanjungan “tidak pernah melupakan Taurat” sekaligus ironi karena kemudian justru karakter anak sulung ini adalah karakter yang tidak mengerti kehendak sang bapa. Yesus dalam paparannya “Ada seseorang mempunyai dua anak laki-laki” mengajarkan tentang keadilan bapa yang ditegaskan dalam kalimat “engkau (sebenarnya telah) selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku (telah menjadi) kepunyaanmu”. Yesus hendak menjelaskan kepada orang Farisi tentang pelayananNya kepada kaum dikucilkan adalah misi yang benar. Terakhir ditambahkan bahwa seseorang yang “telah bersama-sama bapa” seharusnya turut bersukacita jika ada orang lain juga bisa kembali bersama-sama dengan Bapa. Sebesar apapun dosa orang itu jika ia kembali kepada Bapa ia akan diterima.
Penutup
Tema “Anak yang Hilang” cenderung disampaikan sebatas kasih Allah Bapa yang tak terbatas pada orang berdosa. Ironisnya, pesan tersebut cenderung egois dan hanya untuk menguatkan orang yang sudah percaya dengan jaminan untuk diselamatkan walaupun dosa sudah berlipat-lipat jahatnya. Melalui hermeneutika ditemukan pesan yang lebih dalam yaitu Yesus ingin menegur orang Farisi.Jika dibawa ke konteks masa kini dapat diartikan bahwa sekedar “telah bersama Bapa” belum cukup, tetapi harus bisa menerima orang lain yang ingin bersama-sama menerima keselamatan Allah. Makna “Anak yang Hilang” telah diperkaya dengan mengetahui bahwa perumpamaan ini adalah teguran kepada orang Farisi yang menggangap keselamatan hanya bisa dimiliki oleh orang Yahudi yang taat saja.
2004 - by - y.b.
Bacaan:
- Hermeneutika, Stuart dan Fee
- Perumpamaan-perumpamaan Yesus, Simon Kistemaker
[1] halaman 147, Hermeneutika – Stuart & Fee